NAMA : KURNIAWATI ANDINI PERTIWI
NPM : 14211048
KELAS :3EA12
Sampah adalah bahan yang tidak
mempunyai nilai atau tidak berharga untuk maksud biasa atau utama dalam
pembikinan atau pemakaian barang rusak atau bercacat dalam pembikinan
manufaktur atau materi berkelebihan atau ditolak atau buangan”.
Sampah adalah suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari sumber hasil
aktivitas manusia maupun proses alam yang belum memiliki nilai ekonomis.”
(Istilah Lingkungan untuk Manajemen, Ecolink, 1996).
Berangkat dari pandangan tersebut sehingga sampah dapat dirumuskan sebagai
bahan sisa dari kehidupan sehari-hari masyarakat. Sampah yang harus dikelola
tersebut meliputi sampah yang dihasilkan dari:
1. Rumah tangga
2. kegiatan komersial: pusat perdagangan, pasar, pertokoan, hotel, restoran,
tempat hiburan.
3. fasilitas sosial: rumah ibadah, asrama, rumah tahanan/penjara, rumah sakit,
klinik, puskesmas
4. fasilitas umum: terminal, pelabuhan, bandara, halte kendaraan umum, taman,
jalan,
5. Industri
6. hasil pembersihan saluran terbuka umum, seperti sungai, danau, pantai.
Sampah pada pada umumnya dapat di bagi menjadi dua
bagian
a. Sampah Organik
sampah organik (biasa disebut sampah basah) dan sampah anorganik (sampah
kering). Sampah Organik terdiri dari bahan-bahan penyusun tumbuhan dan hewan
yang diambil dari alam atau dihasilkan dari kegiatan pertanian, perikanan atau
yang lain. Sampah ini dengan mudah diuraikan dalam proses alami. Sampah rumah
tangga sebagian besar merupakan bahan organik, misalnya sampah dari dapur, sisa
tepung, sayuran dll.
b. Sampah Anorganik
Sampah Anorganik berasal dari sumber daya alam tak terbarui seperti mineral dan
minyak bumi, atau dari proses industri. Beberapa dari bahan ini tidak terdapat
di alam seperti plastik dan aluminium. Sebagian zat anorganik secara
keseluruhan tidak dapat diuraikan oleh alam, sedang sebagian lainnya hanya
dapat diuraikan dalam waktu yang sangat lama. Sampah jenis ini pada tingkat
rumah tangga, misalnya berupa botol, botol, tas plsti. Dan botol kaleng
Kertas, koran, dan karton merupakan pengecualian. Berdasarkan asalnya, kertas,
koran, dan karton termasuk sampah organik. Tetapi karena kertas, koran, dan
karton dapat didaur ulang seperti sampah anorganik lain (misalnya gelas,
kaleng, dan plastik), maka dimasukkan ke dalam kelompok sampah anorganik.
B. Dampak Sampah bagi Manusia dan
lingkungan
Sudah kita sadari bahwa pencemaran lingkungan akibat perindustrian maupun rumah
tangga sangat merugikan manusia, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Melalui kegiatan perindustrian dan teknologi diharapkan kualitas kehidupan
dapat lebih ditingkatkan. Namun seringkali peningkatan teknologi juga
menyebabkan dampak negatif yang tidak sedikit.
1. Dampak bagi kesehatan
Lokasi dan pengelolaan sampah yang kurang memadai (pembuangan sampah yang tidak
terkontrol) merupakan tempat yang cocok bagi beberapa organisme dan menarik
bagi berbagai binatang seperti lalat dan anjing yang dapat menimbulkan
penyakit.
Potensi bahaya kesehatan yang dapat ditimbulkan adalah sebagai berikut:
Penyakit diare, kolera, tifus menyebar dengan cepat karena virus yang berasal
dari sampah dengan pengelolaan tidak tepat dapat bercampur air minum. Penyakit
demam berdarah (haemorhagic fever) dapat juga meningkat dengan cepat di daerah
yang pengelolaan sampahnya kurang memadai.
Penyakit jamur dapat juga menyebar (misalnya jamur kulit).
Penyakit yang dapat menyebar melalui rantai makanan. Salah satu contohnya
adalah suatu penyakit yang dijangkitkan oleh cacing pita (taenia). Cacing ini
sebelumnya masuk ke dalam pencernakan binatang ternak melalui makanannya yang
berupa sisa makanan/sampah.
Sampah beracun: Telah dilaporkan bahwa di Jepang kira-kira 40.000 orang
meninggal akibat mengkonsumsi ikan yang telah terkontaminasi oleh raksa (Hg).
Raksa ini berasal dari sampah yang dibuang ke laut oleh pabrik yang memproduksi
baterai dan akumulator.
2. Dampak Terhadap Lingkungan
Cairan rembesan sampah yang masuk ke dalam drainase atau sungai akan mencemari
air. Berbagai organisme termasuk ikan dapat mati sehingga beberapa spesies akan
lenyap, hal ini mengakibatkan berubahnya ekosistem perairan biologis.
Penguraian sampah yang dibuang ke dalam air akan menghasilkan asam organik dan
gas-cair organik, seperti metana. Selain berbau kurang sedap, gas ini dalam
konsentrasi tinggi dapat meledak.
3. Dampak terhadap keadaan social dan ekonomi
Pengelolaan sampah yang kurang baik akan membentuk lingkungan yang kurang
menyenangkan bagi masyarakat: bau yang tidak sedap dan pemandangan yang buruk
karena sampah bertebaran dimana-mana.
Memberikan dampak negatif terhadap kepariwisataan.
Pengelolaan sampah yang tidak memadai menyebabkan rendahnya tingkat kesehatan
masyarakat. Hal penting di sini adalah meningkatnya pembiayaan secara langsung
(untuk mengobati orang sakit) dan pembiayaan secara tidak langsung (tidak masuk
kerja, rendahnya produktivitas).
Pembuangan sampah padat ke badan air dapat menyebabkan banjir dan akan
memberikan dampak bagi fasilitas pelayanan umum seperti jalan, jembatan,
drainase, dan lain-lain.
Infrastruktur lain dapat juga dipengaruhi oleh pengelolaan sampah yang tidak
memadai, seperti tingginya biaya yang diperlukan untuk pengolahan air. Jika
sarana penampungan sampah kurang atau tidak efisien, orang akan cenderung
membuang sampahnya di jalan. Hal ini mengakibatkan jalan perlu lebih sering
dibersihkan dan diperbaiki.
C. Bahaya Sampah Plastik bagi
Kesehatan dan Lingkungan
Sampah adalah Salah satu faktor yang menyebabkan rusaknya lingkungan hidup yang
sampai saat ini masih tetap menjadi “PR” besar bagi bangsa Indonesia
diantaranya adalah faktor pembuangan limbah sampah plastik. Kantong plastik
telah menjadi sampah yang berbahaya dan sulit dikelola.
Diperlukan waktu puluhan bahkan ratusan tahun untuk membuat sampah bekas
kantong plastik itu benar-benar terurai. Namun yang menjadi persoalan adalah
dampak negatif sampah plastik ternyata sebesar fungsinya juga.
Dibutuhkan waktu 1000 tahun agar plastik dapat terurai oleh tanah secara
terdekomposisi atau terurai dengan sempurna. Ini adalah sebuah waktu yang
sangat lama. Saat terurai, partikel-partikel plastik akan mencemari tanah dan
air tanah.
Jika dibakar, sampah plastik akan menghasilkan asap beracun yang berbahaya bagi
kesehatan yaitu jika proses pembakaranya tidak sempurna, plastik akan mengurai
di udara sebagai dioksin. Senyawa ini sangat berbahaya bila terhirup manusia.
Dampaknya antara lain memicu penyakit kanker, hepatitis, pembengkakan hati,
gangguan sistem saraf dan memicu depresi.
Kantong plastik juga penyebab banjir, karena menyumbat saluran-saluran air,
tanggul. Sehingga mengakibatkan banjir bahkan yang terparah merusak turbin
waduk.
Diperkirakan, 500 juta hingga satu miliar kantong plastik digunakan di dunia
tiap tahunnya. Jika sampah-sampah ini dibentangkan maka, dapat membukus
permukaan bumi setidaknya hingga 10 kali lipat! Coba kita bayangkan begitu
fantastisnya sampah plastik yang sudah terlampau menggunung di bumi kita ini.
Dan tahukah kita? Setiap tahun, sekitar 500 milyar – 1 triliyun kantong plastik
digunakan di seluruh dunia. Diperkirakan setiap orang menghabiskan 170 kantong
plastik setiap tahunnya (coba kalikan dengan jumlah penduduk dinkota kita
masing-masing!) Lebih dari 17 milyar kantong plastik dibagikan secara gratis
oleh supermarket di seluruh dunia setiap tahunnya. Kantong plastik mulai marak
digunakan sejak masuknya supermarket di kota-kota besar.
Sejak proses produksi hingga tahap pembuangan, sampah plastik mengemisikan gas
rumah kaca ke atmosfer. Kegiatan produksi plastik membutuhkan sekitar 12 juta
barel minyak dan 14 juta pohon setiap tahunnya. Proses produksinya sangat tidak
hemat energi. Pada tahap pembuangan di lahan penimbunan sampah (TPA), sampah
plastik mengeluarkan gas rumah kaca.
D. Usaha Pengendalian Sampah
Untuk menangani permasalahan sampah secara menyeluruh perlu dilakukan
alternatif pengolahan yang benar. Teknologi landfill yang diharapkan dapat
menyelesaikan masalah lingkungan akibat sampah, justru memberikan permasalahan
lingkungan yang baru. Kerusakan tanah, air tanah, dan air permukaan sekitar
akibat air lindi, sudah mencapai tahap yang membahayakan kesehatan masyarakat,
khususnya dari segi sanitasi lingkungan.
Gambaran yang paling mendasar dari penerapan teknologi lahan urug saniter
(sanitary landfill) adalah kebutuhan lahan dalam jumlah yang cukup luas untuk
tiap satuan volume sampah yang akan diolah. Teknologi ini memang direncanakan
untuk suatu kota yang memiliki lahan dalam jumlah yang luas dan murah. Pada
kenyataannya, lahan di berbagai kota besar di Indonesia dapat dikatakan sangat
terbatas dan dengan harga yang tinggi pula. Dalam hal ini, penerapan lahan urug
saniter sangatlah tidak sesuai.
Berdasarkan pertimbangan di atas, dapat diperkirakan bahwa teknologi yang
paling tepat untuk pemecahan masalah di atas, adalah teknologi pemusnahan
sampah yang hemat dalam penggunaan lahan. Konsep utama dalam pemusnahan sampah
selaku buangan padat adalah reduksi volume secara maksimum. Salah satu
teknologi yang dapat menjawab tantangan tersebut adalah teknologi pembakaran
yang terkontrol atau insinerasi, dengan menggunakan insinerator.
Teknologi insinerasi membutuhkan luas lahan yang lebih hemat, dan disertai
dengan reduksi volume residu yang tersisa ( fly ash dan bottom ash )
dibandingkan dengan volume sampah semula.
Ternyata pelaksanaan teknologi ini justru lebih banyak memberikan dampak
negatif terhadap lingkungan berupa pencemaran udara. Produk pembakaran yang
terbentuk berupa gas buang COx, NOx, SOx, partikulat, dioksin, furan, dan logam
berat yang dilepaskan ke atmosfer harus dipertimbangkan. Selain itu proses
insinerator menghasilakan Dioxin yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan,
misalnya kanker, sistem kekebalan, reproduksi, dan masalah pertumbuhan.
Global Anti-Incenatot Alliance (GAIA) juga menyebutkan bahwa insinerator juga merupakan
sumber utama pencemaran Merkuri. Merkuri merupakan racun saraf yang sangat
kuat, yang mengganggu sistem motorik, sistem panca indera dan kerja sistem
kesadaran.
Belajar dari kegagalan program pengolahan sampah di atas, maka paradigma
penanganan sampah sebagai suatu produk yang tidak lagi bermanfaat dan cenderung
untuk dibuang begitu saja harus diubah. Produksi Bersih (Clean Production)
merupakan salah satu pendekatan untuk merancang ulang industri yang bertujuan
untuk mencari cara-cara pengurangan produk-produk samping yang berbahaya,
mengurangi polusi secara keseluruhan, dan menciptakan produk-produk dan
limbah-limbahnya yang aman dalam kerangka siklus ekologis.
E. Peran Pemerintah dalam Menangani Sampah
Dari perkembangan kehidupan masyarakat dapat disimpulkan bahwa penanganan
masalah sampah tidak dapat semata-mata ditangani oleh Pemerintah Daerah
(Pemerintah Kabupaten/Kota). Pada tingkat perkembangan kehidupan masyarakat
dewasa ini memerlukan pergeseran pendekatan ke pendekatan sumber dan perubahan
paradigma yang pada gilirannya memerlukan adanya campur tangan dari Pemerintah.
Pengelolaan sampah meliputi kegiatan pengurangan, pemilahan, pengumpulan,
pemanfaatan, pengangkutan, pengolahan. Berangkat dari pengertian pengelolaan
sampah dapat disimpulkan adanya dua aspek, yaitu penetapan kebijakan (beleid,
policy) pengelolaan sampah, dan pelaksanaan pengelolaan sampah.]
Kebijakan pengelolaan sampah harus dilakukan oleh Pemerintah Pusat karena
mempunyai cakupan nasional. Kebijakan pengelolaan sampah ini meliputi :
a) Penetapan instrumen kebijakan:
i. instrumen regulasi: penetapan aturan kebijakan (beleidregels), undang-
undang dan hukum yang jelas tentang sampah dan perusakan lingkungan
ii. instrumen ekonomik: penetapan instrumen ekonomi untuk mengurangi
beban penanganan akhir sampah (sistem insentif dan disinsentif) dan
pemberlakuan pajak bagi perusahaan yang menghasilkan sampah, serta
melakukan uji dampak lingkungan
b) Mendorong pengembangan upaya mengurangi (reduce), memakai kembali (re-
use), dan mendaur-ulang (recycling) sampah, dan mengganti (replace);
c) Pengembangan produk dan kemasan ramah lingkungan;
d) Pengembangan teknologi, standar dan prosedur penanganan sampah:
e) Penetapan kriteria dan standar minimal penentuan lokasi penanganan
akhir sampah;
f) penetapan lokasi pengolahan akhir sampah;
g) luas minimal lahan untuk lokasi pengolahan akhir sampah;
h) penetapan lahan penyangga.
F. Kompos, Alternatif Problem Sampah
Sampah terdiri dari dua bagian,
yaitu bagian organik dan anorganik. Rata-rata persentase bahan organik sampah
mencapai ±80%, sehingga pengomposan merupakan alternatif penanganan yang
sesuai. Pengomposan dapat mengendalikan bahaya pencemaran yang mungkin terjadi
dan menghasilkan keuntungan.
Teknologi pengomposan sampah sangat beragam, baik secara aerobik maupun
anaerobik, dengan atau tanpa bahan tambahan.
Pengomposan merupakan penguraian dan pemantapan bahan-bahan organik secara
biologis dalam temperatur thermophilic (suhu tinggi) dengan hasil akhir berupa
bahan yang cukup bagus untuk diaplikasikan ke tanah. Pengomposan dapat
dilakukan secara bersih dan tanpa menghasilkan kegaduhan di dalam maupun di
luar ruangan.
Teknologi pengomposan sampah sangat beragam, baik secara aerobik maupun
anaerobik, dengan atau tanpa bahan tambahan. Bahan tambahan yang biasa
digunakan Activator Kompos seperti Green Phoskko Organic Decomposer dan
SUPERFARM (Effective Microorganism)atau menggunakan cacing guna mendapatkan
kompos (vermicompost). Keunggulan dari proses pengomposan antara lain
teknologinya yang sederhana, biaya penanganan yang relatif rendah, serta dapat
menangani sampah dalam jumlah yang banyak (tergantung luasan lahan).
Pengomposan secara aerobik paling banyak digunakan, karena mudah dan murah
untuk dilakukan, serta tidak membutuhkan kontrol proses yang terlalu sulit.
Dekomposisi bahan dilakukan oleh mikroorganisme di dalam bahan itu sendiri
dengan bantuan udara. Sedangkan pengomposan secara anaerobik memanfaatkan
mikroorganisme yang tidak membutuhkan udara dalam mendegradasi bahan organik.
Hasil akhir dari pengomposan ini merupakan bahan yang sangat dibutuhkan untuk
kepentingan tanah-tanah pertanian di Indonesia, sebagai upaya untuk memperbaiki
sifat kimia, fisika dan biologi tanah, sehingga produksi tanaman menjadi lebih
tinggi. Kompos yang dihasilkan dari pengomposan sampah dapat digunakan untuk
menguatkan struktur lahan kritis, menggemburkan kembali tanah pertanian,
menggemburkan kembali tanah petamanan, sebagai bahan penutup sampah di TPA,
eklamasi pantai pasca penambangan, dan sebagai media tanaman, serta mengurangi
penggunaan pupuk kimia.
Bahan baku pengomposan adalah semua material organik yang mengandung karbon dan
nitrogen, seperti kotoran hewan, sampah hijauan, sampah kota, lumpur cair dan
limbah industri pertanian.
Tema : Sampah
Tujuan : Mengetahui manfaat sampah organik dan anorganik
Judul : Sampah Organik Dan Anorganik
1. Pengertian
1.1 Pengertian
Sampah
1.2 Jenis
Sampah
1.2.1 Sampah
Organik
1.2.2 Sampah
Anorganik
2. Dampak Sampah Bagi Manusia Dan
Lingkungan
2.1 Dampak
Bagi Kesehatan
2.2 Dampak
Terhadap Lingkungan
2.3 Dampak
Terhadap Keadaan Sosial dan Ekonomi
3. Bahaya Sampah Plastik
3.1 Bahaya
Sampah Plastik Bagi Kesehatan
3.2 Bahaya
Sampah Plastik Terhadap Lingkungan
4. Usaha Pengendalian Sampah
4.1 Peran
Pemerintah Dalam pengendalian sampah
4.2 Peran
Masyarakat dalam Pengendalian Sampah
5. Kebijakan pengelolaan Sampah
5.1 Penetapan Instrumen Kebijakan
5.1.1 Instrumen Regulasi
5.1.2 Instrumen Ekonomik
5.2 Mendorong
Pengembangan
5.2.1 Mengurangi
(reduce)
5.2.2 Memakai
kembali (reduse)
5.2.3 Mendaur
ulang (recycling)
5.2.4 Mengganti
(replace)
5.3 Pengembangan produk dan
kemasan ramah lingkungan
5.4 Pengembangan teknologi, standar dan prosedur
penanganan sampah
5.5 Penetapan kriteria dan standar minimal penentuan
lokasi penanganan
akhir sampah
5.6 penetapan lokasi pengolahan
akhir sampah
5.7 luas minimal lahan
untuk lokasi pengolahan akhir sampah
5.8 penetapan lahan penyangga
Sumber :
http://gundaroke.blogspot.com/2013/11/tugas4-contoh-kasus-kerangka-karangan.html